|
Foto : Depan SMAN 2 Kupang
|
Aku memandang sebuah gedung yang menjadi saksi
perjuanganku selama 3 tahun ini. Sebuah pagar putih yang diatasnya bertuliskan
“sma negeri 2 kupang” .Tempat yang memiliki banyak cerita,ada suka,duka,canda
dan ada drama komplit yang melengkapi rasa. Ah hampir lupa, orang bilang tak
kenal maka tak sayang. Perkenalkan ,saya Agustina Maya dari kelas XII IPA 4.Kau
bisa memanggilku dengan sebutan Maya,begitupula orang-orang disekolah
memanggilku.Mari kuceritakan sebagian dari ceritaku disekolah ini.
Asing
Itu adalah kata pertama yang kurasakan saat
menginjakkan kaki disini.Teman baru, kelas baru, pelajaran baru, guru baru dan
banyak hal asing yang baru kutemui. Aku selalu mendengus kesal karena jadwal
untuk angkatan ku adalah waktu siang yang panas dan melelahkan. Apalagi
ditempat baru ini aku agak kesulitan dalam membangun relasi pertemanan selain
dengan teman satu SMP-ku dulu.
Aku juga terpilih sebagai wakil ketua kelas
yang selalu dicandai dengan nama babu kelas oleh teman-teman kelasku.Yah
kuakui,akulah yang harus meminjam dan mengembalikan buku di perpustakaan. Aku
benci itu, apalagi saat meminjam buku Biologi yang begitu tebal dan berat. Aku
yang harus memastikan kelasku sudah bersih atau belum sebelum pulang, memanggil
guru jika mereka belum juga datang pada jam mereka.
Aku belum merasakan apa yang spesial waktu itu
dari kisah kelasku. Sampai suatu ketika pandemi melanda, membuat kami harus
belajar online selama satu tahun lebih. Awalnya aku merasa biasa saja, malahan
lebih baik karena tak perlu membuat diriku capek dengan datang dan pulang
sekolah tiap harinya. Namun benar kata orang 'hargailah kebersamaan sebelum
waktu mengajarkanmu arti sebuah kehilangan'. Karena lama-kelamaan seperti ada ruang
kosong dalam diriku.
Aku jadi merindukan waktu dimana aku berjalan
dengan riang bersama ketua kelasku menuju perpustakaan, berdebat di kelas
karena ada yang mengganti kursiku. Aku rindu merasakan perasaan kesal karena
pulpenku yang hilang secara tiba-tiba, atau ingin merasakan tip-x satu orang
yang digunakan sekelas lagi. Aku ingin mengulang kembali masa-masa dimana kami
berlari dilapangan saat jam olahraga. Bernyanyi ria saat jam kosong, membuka
salon dadakan, dan acara gosip yang mendebarkan.
Sampai
kami diperbolehkan untuk bersekolah namun secara shift. Aku mendapatkan shift
hari senin dan selasa. Aku merasakan senang akan hal itu. Namun tetap merasa
tak lengkap. Untuk mengobati rindu itu, aku juga kerap datang belajar ke sesi B
hari rabu dan kamis. Dan akhirnya kami diperbolehkan untuk tak memakai shift
lagi. Perasaan euphoria langsung menyerang kami semua. Kami mengulangi banyak
hal, dan melakukan banyak hal baru.
|
Foto : Agustina Maia |
Ah entah kenapa perasaan ini makin hari makin
kuat dan kami disadarkan dengan perpisahan didepan mata. Perasaan tak rela itu
muncul, sedih dengan kebersamaan yang begitu singkat namun begitu bermakna. Aku
merasa bersyukur ketika kami saling mendukung dengan baik. Saat pengumuman
siswa Eligible, yang tak lolos tahap itu dikuatkan jika mereka masih banyak cara
untuk mencapai tujuannya. Dan yang tak lulus SNMPTN , kami saling merangkul dan
menguatkan karena tak lulus bukan berarti tak pantas namun hanya salah jalan.
Dan di saat detik-detik terakhir kami
memperbanyak foto bersama, ah mengingat-nya saja membuat diriku kembali rindu.
Aku jadi setuju dengan Dylan jika rindu itu memang berat. Tapi itulah hidup,
seperti filosofi yin dan yang. Sesuatu tak bisa berdiri tanpa sesuatu yang
berkebalikan dengan sesuatu itu sendiri. Tak akan ada sinonim jika tak ada
antonim. Tak akan ada pertemuan jika tak ada perpisahan. Kami percaya bahwa
persahabatan yang berpisah karena mengejar cita-cita itu adalah persahabatan
yang keren.
Aku tersenyum kecil menatap pos satpam yang
menjadi saksi perjuanganku dan teman-temanku yang berlari karena sudah datang
terlambat. Aku terus melangkah memasuki gedung sekolah yang setiap sudutnya
sudah pernah kuuikir cerita.Aku menggelengkan kepala melihat coretan nama murid
di tembok sekolah, mungkin mereka hanya melekatkan identitas agar ada cerita di
masa tua untuk tertawa.
Ah lapangan ini, semua kenangan langsung berputar
dikepalaku.Tentang aku dan teman-temanku yang menggerutu karena sinar matahari
yang menerpa kami saat apel pagi.Kakiku terus melangkah membawaku ke kelas yang
menjadi tempat bersejarah bagiku. Aku memandangnya dengan tatapan sendu, lalu
tertawa kecil saat mengingat masa dimana foto para pahlawan dan presiden
serta wakilnya menjadi menarik saat
mulai jenuh dengan pelajaran. Atau mungkin kami akan izin ke toilet namun
nyatanya itu bualan agar bisa ke kantin atau sekedar mengelilingi sekolah.
|
Foto : Agustina Maia |
Perasaan ingin kembali itu muncul
lagi, rasa dimana ingin mendengar ocehan sang bendahara yang menagih uang khas,
duduk dan menikmati masakan ibu kantin yang begitu nikmat, ataukah melihat
pasangan baru yang menjadi bahan gosip baru, atau perasaan berdebar saat
dikejar oleh guru piket karena ketahuan ke kantin saat jam pelajaran
berlangsung, perasaan resah karena tak mengerjakan PR. Atau perasaan takut untuk
menyentuh mobil kepala sekolah yang selalu terparkir pada tempatnya, namun
selalu menjadi spot favorit untuk berkaca.
Perpisahan itu memang menyakitkan namun ini
bukan akhir dari cerita. Aku akan bertemu kalian lagi,namun bukan sebagai teman
sekolah dengan seragam putih abu-abu yang bersiap memulai pelajaran, namun
sebagai seseorang yang telah mencapai tujuan hidupnya. Jangan patah semangat
oleh hal-hal yang akan menimpamu ke depannya, selalu gunakanlah filosofi paku
yang selalu dipukul agar menjadi kuat. Sekali lagi,perpisahan ini bukan akhir
dari cerita kita. Namun pertinya aku harus mengakhiri ceritaku kali ini,
walaupun masih banyak cerita yang belum tertuliskan, dan rasa yang belum
terungkapkan karena jiwa ini masih enggan untuk melepaskan. Sekian dariku, dan
jangan melupakan jika tak ingin dilupakan.
See you on top!
|
Foto : Agustina Maia
|